Hits: 16699
MANOKWARI | PAPUAJAYA.com | April 10/2018 ~
Demokrasi berujung anarkisme, tidak dibenarkan dan tidak disalahkan, kata Billy S. Suebu kepada awak media PapuaJaya.com.
Menurutnya Indonesia terus belajar demokrasi. Dari demokrasi semu ala orde baru sampai demokrasi super liberal ala reformasi, adanya stigma bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan paling baik menjadikan tuntutan demokrasi, khususnya di Indonesia, kian kuat.
Salah satu nilai yang terkandung dalam demokrasi adalah diberikannya hak menyampaikan pendapat kepada masyarakat, artinya jika warga negara dapat secara bebas menyampaikan aspirasi, opini, pendapatnya maka negara itu merupakan negara demokratis. Tapi jika tidak akan ada cap bahwa negara tidak demokratis.
Nah, salah satu cara menyampaikan pendapat adalah lewat demontrasi. Segala macam unek-unek rakyat sampaikan dengan demontrasi.
Namun sayangnya setiap kali demo, sudah cape teriak-teriak, kepanasan, keanginan, kehujanan, haus, lapar lagi, eh ternyata tidak direspon sama penguasa.
Akhirnya gerakanpun berkembang ke arah yang lebih mencuri perhatian, ya minimal biar di liput media masa dulu lah, perbanyak orang yang demo. Akhirnya bentrok secara nyata tidak terhindar.
Masalahnya adalah saat menyampaikan pendapat di”tegakkan” namun nilai menghargai pendapat orang lain disisihkan, maka timbulah sebuah hukum rimba, yang kuat yang menang. Saat berargumen tentu sebenarnya dapat dilihat siapa yang paling kuat, dari data dan fakta yang digunakan, dari teori yang disiapkan akan membuat argumen seseorang itu kuat. Tapi balik lagi, ketika menilai pendapat orang lain dengan telinga tertutup dan menganggap lidahnya adalah lidah wali, maka kekuatan fisik dirasa akan lebih efektif untuk menyelesaikan masalah. Tidak lain dan tidak bukan demokrasi yang diperjuangkan menjadi sebuah arena ring tinju.
Kita tentu sudah tidak asing melihat anggota DPR yang saling berkelahi, malah kursi dan meja yg harganya cukup mahal jadi hancur. Ada juga pemain bola yang menjadi petinju di lapangan. Ini adalah contoh kecil yang menunjukan bahwa menyampaikan pendapat dengan otot akan lebih cepat selesai dari pada dialog atau bicara.
Pertanyaannya sampai kapan kita main pukul hanya gara-gara beda pendapat?
Sampai kapan berhenti berkelahi? Apa mungkin ini tujuan sebenarnya demokrasi yang katanya bermartabat?
Demonstrasi yang lebih bermartabat adalah demonstrasi yang mengamalkan demokrasi terpimpin, dimana para demonstran lebih mempercayai kepada pemimpin.
Entah pemimpin demonstran dan pemimpin birokrat,
Hal ini untuk mengutamakan jalan dialog secara ideologis, sehingga tidak akan ada korban fisik maupun non fisik, Pungkas Suebu.
Redaksi: MHRK~ papuajaya.com
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.